“Creative Destruction” kekuatan Pendobrak dalam Bisnis
Istilah Creative Destruction ini merupakan temuan ketika saya mempelajari tentang Industrial & Competitive Analysis yang dibawakan oleh ibu Poppy Ismalina, SE. M.Ec.Dev. Dosen yang masih muda, charming dan powerful (karena mengajar selama 3 jam tanpa duduk) dan gaul dalam berbusana. Selain pengajar beliau pun juga Board of Director di Magister Manajemen UGM. Top deh…
“Creative Destruction” sendiri merupakan suatu upaya menciptakan keunggulan yang kreatif sehingga menjadi competitive advantage bagi perusahaan. Kadang disebut juga “Radical Innovation”. Dengan keunggulan ini, maka perusahaan dapat mendobrak pasar dan bisa menjadi market leader. Saya rasa semua perusahaan nature nya pasti memikirkan hal ini. Jangan sampai perusahaan tidak memiliki kekuatan (senjata) dalam menghadapi persaingan. Apalagi bagi perusahaan baru yang ingin memasuki pasar. Karena harus mampu merebut mind share market dari pemain lama yang mungkin bahkan sudah sangat kuat melekat dalam pikiran mereka. Apalagy loyalty pelanggan sudah terbentuk dan brand equity pesaing yang sangat kuat. Tantangan new comer menjadi jauh lebih besar. Maka creative destruction ini akan menjadi kekuatan “Pendobrak” kemapanan pasar. Bagi perusahaan yang sudah berjalan, creative destruction dibutuhkan untuk “Sustaining” yang menjadikan perusahaan tetap survive.
Dari sudut pandang referensi yang saya baca, ada 2 aspek penting dalam Creative Destruction :
1. Isolating mechanism; yaitu upaya untuk mencegah pesaing meniru keunggulan kita.
Cara yang bisa dilakukan antara lain :
Cara yang bisa dilakukan antara lain :
a. Legal restriction : melalui hambatan hukum, misal dengan mem paten kan produk atau teknologi kita.
b. Superior Access to Input/Customer : yaitu penguasaan kita terhadap supplier maupun dengan customer.
contohnya adalah : Indofood sukses dalam penjualan mie instan. Karena dia membangun jalur distribusi yang kuat. Banyak sekali kita temukan Indogrosir, Indomaret dimana-mana. Hal ini yang tidak dilakukan oleh pesaing yang lain.
contohnya adalah : Indofood sukses dalam penjualan mie instan. Karena dia membangun jalur distribusi yang kuat. Banyak sekali kita temukan Indogrosir, Indomaret dimana-mana. Hal ini yang tidak dilakukan oleh pesaing yang lain.
c. Market size and economic scale : penguasaan dengan mengandalkan pada skala ekonomisnya dan kemampuan dalam meraup pasar yang luas. Makin besar ukuran pasar, makin besar skala ekonomisnya dan makin sulit ditiru. Contoh : Aqua bermitra dengan Danone. Tujuannya adalah memperluas pangsa pasar Aqua ke Internasional Market. Contoh dalam dunia bisnis saya, yaitu layanan SMS. Siapa yang bisa beriklan secara nasional, maka dia yang bisa menguasai pasar. Namun utk bisa seperti itu harus punya anggaran promosi Milyaran.
d. Intangible Barrier : yaitu membangun sebuah hambatan yang intangible, ada 3 cara disini:
- Casual Ambiguity : membuat sesuatu issue bahwa untuk mengulangi kembali success key nya suatu hal yang susah, bahkan oleh perusahaannya sendiri. Saya sendiri sering melakukannya terutama kalau ketemu kompetitor atau orang yang nanya-nanya jika ingin mencoba bisnis kami, maka kita jelaskan dengan hiperbola supaya terlihat susah untuk memasuki bisnis kita hehe. Contoh lain adalah yang dilakukan City Bank dalam membangun SDM nya. Para bank lain akan susah meniru apa yang dilakukan Citibank karena harus mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk mentraining employee mereka supaya bisa se qualified dengan output Management Trainee nya Citibank. Biasanya yang dilakukan Bank lain adalah “membajak” orang-orangnya Citibank. Singkat dan mudah, namun high cost karena harus bisa menggaji lebih besar dr citibank
- Historical Circumstance : yaitu membangun competitive advantage dari pengalaman dan waktu. Dengan lamanya kita memiliki customer, maka secara otomatis mereka akan lebih loyal ke kita. Dengan demikian akan semakin susah untuk direbut oleh pesaing baru/yang lain. Contoh : Matahari dalam berbisnis fashion. Dari sejak saya masih SD, matahari sudah ada, sampai sekarang pun masih exist. Sampai sekarang pun saya kalau memenuhi kebutuhan fashion (terutama baju kantor) masih ke matahari. Ditambah lagi matahari membangun MMC (Matahari Member Card), maka akan semakin membangun ikatan yang kuat dengan pelanggannya.
- Social Complexity: menurut saya adalah membangun keunggulan dengan menciptakan hubungan dengan masyarakat yang baik. Saya coba misalkan begini : Sampoerna adalah perusahaan rokok, ini perusahaan yang sebenernya memberikan dampak buruk buat manusia. Namun Sampoerna dengan cerdasnya membuat Sampoerna Foundation yang dia sangat aktif berperan serta dalam kegiatan sosial, misal : beasiswa, bantuan bencana alam, dll. Nah awalnya orang yang berpikiran negatif thdp Sampoerna malah menjadi mengagung-agungkannya. Moga-moga ilustrasi ini pas
2. Early Mover Advantage : Yaitu membangun keunggulan kompetitif dengan menjadi yang pertama (leading on innovation). Kalau memang kita tidak bisa early mover maka pilihlah yang isolating mechanism. Cara yang bisa dilakukan untuk menjadi early mover adalah:
a. Learning curve : membangun kekuatan dari pengalaman selama menyelami bisnisnya. Saya contoh kan saja pada perusahaan holding saya “Gamatechno”. Gamatechno sudah berpengalaman membangun Sistem Informasi Teintegrasi untuk Universitas, bahkan sudah 4 tahun. Termasuk menangani Perguruan Tinggi yang memiliki business process yang complex dan luas. Dengan pengalaman ini maka Gamatechno sekarang ini mampu membuat product yang Mature dengan proses produksi yang efisien. Bagi pemain baru yang ingin bersaing sekarang akan sulit untuk menandingi. Jika mau butuh waktu, tenaga dan biaya yang sangat besar.
b. Business Reputation : yaitu dengan cara membangun reputasi bisnis yang baik dan kepercayaan terhadap pelanggan. Kalau ini contohnya banyak.
c. Switching Cost : menciptakan mekanisme kalau pembeli harus mengeluarkan biaya tambahan untuk beralih. Contohnya dalam kasus Gamatechno: karena dia sudah membangun SI yang komplek dengan teknologi dan framework tertentu, maka kalau customer mau beralih ke vendor lain maka akan sangat tidak mudah. Kalau dalam produk teknologi sangat mudah membangun sitching cost, misal perusahaan yang sudah pakai Microsoft akan menjadi bencana kalau dia harus bermigrasi ke Linux.
d. Network Effect: yaitu membangun keunggulan dengan kekuatan jaringan luas yang dimiliki. Menurut saya, semakin kita banyak bermitra maka semakin kuat jaringan pemasaran kita. Dengan model bisnis B2B (Business to Business) maka customer arent’t pysically linked. Penetrasi kita pun cukup diwakili oleh rekan bisnis kita. Misalkan saja : Telkomsel bekerjasama dengan gerai-gerai jualan pulsa kecil-kecil di daerah. Dia sendiri tidak perlu membuat Gerai Telkomsel, cukup diwakili saja dengan mitra bisnis nya untuk berjualan pulsa bahkan sampai ke pelosok terpencil.
Untuk bisa menciptkan creative destruction perlu analisa yang matang baik Internal Factor (Strength) dan juga tidak mengkesampingkan Eksternal Factor (ancaman). Kalau ingin secara comprehensive melihat eksternal factor dan environment industry, kita bisa gunakan analisa “Porter’s Five Forces” : Internal Rivalry (pesaing dalam industri yang sama), Threat of New Entrans (munculnya pesaing baru), Subsitution (produk pengganti) dan Bargaining Power of Customer & Supplier (daya tawar pembeli dan supplier). Lebih lanjut mengenai five forces ini akan saya ulas di posting lain saja.Yang penting juga adalah kita harus bisa memilih antara Cost Adavantage atau Benefit Advantage yang akan kita tawarkan ke customer. Karena keduanya adalah berbending terbalik. Kalau ingin menawarkan kemanfaatan dan performa produk pasti harganya tidak bisa murah. Begitu sebaliknya. Semoga pemahaman kita mengenai Creative Destruction ini bisa bermanfaat, terutama dalam menjadikan bisnis kita bisa “Sustaining on Competitive Advantage”.
Ditulis oleh,
Yuda Wicaksana Putra
Yuda Wicaksana Putra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar